Musholaku Sayang, Musholaku malang

Ada yang berbeda dengan Mushola Ar-Royan kemarin (22/04). Mushola kebanggaan FKM Undip ini seperti terlahir kembali dengan desain tata ruang yang baru dan ornament-ornamen anyarnya yang menambah nilai estetika mushola tersebut. Hijab (pembatas) dari kayu yang biasanya digunakan sebagai pembatas antara tempat laki-laki dan wanita sekarang dialihfungsikan menjadi hijab (pembatas) antara tempat laki-laki dengan lorong penghubung tempat wudhu wanita dengan tempat sholat wanita. Sedangkan untuk hijab antara tempat sholat ikhwan dan akhwat digunakan gorden biru memanjang yang sempurna menjadi pembatas. Warna biru bersih pada gorden tersebut membuat sejuk suasana dan menyegarkan pemandangan. Al-quran dan buku-buku yang tertata rapi di rak pun semakin menambah keindahan mushola. Kondisi mushola yang nyaman dan indah ini tentu saja akan menarik minat mahasiswa untuk melakukan ibadah serta meningkatkan ke khusu’ an orang-orang yang beribadah di mushola.

Namun,kondisi berkebalikan justru terjadi di luar mushola. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan diperbaiki. Yang pertama adalah, jalan yang sama untuk laki-laki dan wanita ketika menuju mushola maupun tempat wudhu. Jalan yang berbarengan ini seringkali menimbulkan kepadatan dan keramaian yang berujung pada kegaduhan suasana. Banyaknya mahasiswa yang berlalu lalang pun terkadang membuat kekhusu’ an ibadah sholat  terganggu.

Yang kedua, tempat wudhu antara laki laki dan wanita yang terlalu dekat. Pemisahan tempat wudhu yang agak jauh antara laki-laki dan wanita di tempat ibadah memang dibenarkan, karena untuk mencegah terjadi interaksi antara laki-laki dan wanita yang dapat membatalkan wudhu serta melindungi terlihatnya aurat wanita ketika berwudhu dari pandangan laki-laki atau sebaliknya.

Yang ketiga adalah, ukuran mushola yang terlalu kecil sehingga kurang menampung jumlah mahasiswa. Menurut data Komisi Pemilihan Raya (KPR) 2012, FKM memiliki 1500 mahasiswa aktif dengan sebagian besar mahasiswa beragama muslim. Kenyataan ini bisa dibilang cukup miris, melihat mushola Ar-Royan yang hanya sanggup menampung sekitar 80 mahasiswa. Mushola yang berukuran  “mini” ini seringkali membuat aktivitas sholat berjamaah terbagi menjadi beberapa kloter, sehingga tunggu-menunggu sholat pun terjadi yang berdampak pada keefektifan waktu. Menyikapi hal itu ada ebebrapa mahasiswa yang memilih untuk sholat di Gedung D lantai 3, sholat di kosan masing-masing bahkan ada juga yang lebih memilih untuk sholat di fakultas Psikologi.

Yang terakhir, yang menurut saya cukup memprihatinkan adalah, letak mushola yang berada di bawah toilet. Kondisi ini sering menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sederhana, seperti, tidak adakah tempat lain yang bisa dijadikan mushola selain di bawah toilet? Mengapa harus ruangan mushola yang berada di bawah toilet? Atau sah gag sih ibadah kita dengan lokasi mushola yang dibawah toilet? . Pertanyaan-pertanyaan tersebut memang sederhana namun sangat sulit untuk dijawab dengan benar.

Empat poin diatas seringkali luput dari pandangan kita, padahal empat poin tersebut sangatlah penting, karena berkaitan dengan ibadah dan orang banyak. Kita seharusnya mencontoh mesjid atau mushola di fakultas tetangga kita seperti FSM, FPIK dan Psikologi. Mesjid dan mushola fakultas-fakultas tersebut sudah bisa dikatakan bagus melihat kondisi di dalam dan di luar mesjid/mushola yng benar-benar terlihat seperti mesjid kebanyakan dan  Tentu saja 4 hal yang ada di mushola FKM tidak ada di mesjid/mushola mereka.

Kalau berbicara soal solusi, tentu saja banyak sekali solusi yang bisa disampaikan dan diberikan, seperti pembangunan gedung mushola yang baru, pemindahan lokasi mushola atau renovasi mushola. Akan tetapi saat ditanya maukah kita menjalankan atau mempejuangkannya, hal itu akan kembali lagi ke diri kita masing-masing, karena diri kita lah yang mampu menjawabnya. Namun, ketimpangan yang terjadi di dalam dan luar mushola sebenarnya merupakan tanggung jawab kita bersama. Karena mushola Ar-royan bukan lah milik aku, milik kamu, milik dia atau milik mereka, akan tetapi  mushola Ar-Royan adalah milik kita bersama. Keluarga Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. (Arief Satiawan)

Leave a comment